Di titik nol , Permisi ..
Sejenak
yang melelapkan. Lalu, barisan kenangan pahit menerbitkan kembali luka itu.
Menciutkan hasrta tunas untuk bersemi. Kelopak bunga masih jauh untuk mekar,
bahkan dalam ketakutannya layu terenggas terik matahari.
Cukup
sampai disini, adalah kita – tak adalagi.
Aku
akan berdiri di jalanku. Mengundurkan diri sebagai tiang dan jembatan tanpa
sebab untukmu.
Dan
seterusnya, izinmu aku akan berlari dan menari dlam gerimis pagi – sendiri,
Permisi !!!
Begitu beda tanpamu !
Begitu
beda tanpamu, begitu sepi tanpamu.
Begitu
tak bisa dan tak terbiasa aku tanpamu.
Yang
aku tahu …. Bahagia aku denganmu. TITIK
Seberapa
jauh aku bisa bersembunyi tanpa mengingatmu? Sepertinya aku tak mampu
melakukannya.
Kenangan.
Mungkin hal yang telah lalu , dan mungkinkah bisa menjadi sesuatu yang terjadi
? aku di dalam kenangan mu di suatu hari tanpa nama .
Rela
mengunyah sejarah penantian. Untuk satu namamu
Aku
didalam kenangan mu, disuatu hari tanpa nama. Semoga
Dan
setiaku berjalan kerumah hatimu “aku didalam kenanganmu disuatu hari tanpa nama
. Semoga
Kuat
dan bertahan , mungkin itu bukan aku. Sepertinya, aku tak mampu melakukannya
karena begitu takut menciumi kenyataan dan perpisahan.
Aku
baru saja melihat sisi kehidupanku dan disana tak ada lagi kejutan yang
membahagiakan aku.
Tanpamu,
berpaling , tertahanku. Berlari, tertatihku. Bertubi-tubi, ragu menamparku.
Sesak tak berperi , menghunus pilu.
Akan
kuhabiskan seribu doa dan kubingkai air mata untuk maaf dan ihlasmu. Karena
keduanya hapuskan khilaf jadi surgaku.
Bila
tiba waktunya , aku akan dating dan menangis di sudut bibirmu.
Karena
aku tak bisa sempurna dan hanya maaf yang kupunya .
Akhirnya semua berakhir Disini !
Silakan
masuk, pintu rasa itu selalu terbuka; demi dan untuk kebersamaan kita. Maukah ?
mampukan?
Karena
sendiri, aku tak yakin mampu mengemas pulang kebahagiaan itu, untuk kita,
sebagai kita,
telah
sampai dimana perjalanan rasa yang tersepuh ? sebagai anugrah itulah posisimu.
Sebagai
bahagia yang terpatri kini, nanti dan dimasa lalu. Sebagai kita, kebersamaan
itu lebih dari bahagia bagiku. Dan ku yakin begitupun kamu.
Lalu,
segalanya beringsut ke tepi tanpa menuntut kata hati. Mungkinkah kembali
seperti dulu lagi apa yang kau dan aku yakini sebagai kita setelah jarak dan
rasa bisu menghitam-pekatkan kebersamaan ?
Seharusnya
sebgai kita, perpisahan takkan mengubah apapun, karena kau telah memnangi
hatiku, begitu juga sebaliknya.
Ternyata,
kata “Seharusnya” tak berlaku lagi untuk kita. Kini, aku tahu kau yang memilih
untuk bergeser dari hatiku dan membungkam hilang kenangan itu. Akhirnya , tak
butuh lagi katakan, KEMBALILAH! Karena aku telah kalah bahkan sebelum
melambaikan kata perpisahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar